Rabu, 14 Maret 2012
Habis Gelap, Terbitlah: TUKUL
Habis Gelap, Terbitlah: TUKUL
Tukul Arwana adalah pelawak atau mungkin lebih sukses sebagai presenter yang saat ini termasuk dalam jajaran pesohor dengan bayaran tertinggi negeri ini. Keberhasilan luar biasa yang diperoleh Tukul sekarang sama sekali tidaklah diperoleh tanpa perjuangan. Walaupun terlihat banyak bercanda, namun kadang Tukul menyimpan kesedihan yang amat dalam terhadap sejumlah persoalan hidup yang dialaminya.
Tahun 1985, Tukul dan Joko mengikuti Lomba Lawak Mini Kata Nasional di Balai Sidang. Saat itu jurinya almarhum Arwah Setiawan dari Lembaga Humor Indonesia, Dono dari Warkop dan Asmuni dari Srimulat. Saat itu, grup lawaknya terpilih menjadi pemenang. Saat Tukul berpikir, dengan memenangi lomba lawak tingkat nasional maka dirinya akan kebanjiran order. Namun, kenyataan tidaklah begitu mudah. Bahkan semua koran yang dibelinya tidak ada satu pun yang memuat tentang kemenangannya. Perasaannya sangat sedih waktu itu.
Di saat belum sukses, Tukul sempat merasa nelangsa di saat pulang kampung. Tidak seperti yang dibayangkan orang, pulang kampung dengan membawa mobil dan penampilan oke. Namun kenyataannya, Tukul pulang kampung dengan badan kurus dengan langkah yang seperti melayang. Perasaan getir bercampur sedih tentu saja sering menghinggapi dirinya. Apalagi jika ketemu tetangga atau kawan yang menanyakan kondisinya di Jakarta. Sukseskah Tukul? Sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Mungkin jauh lebih sulit dari soal-soal CPNS.
Catatan kehidupan Tukul juga tercecer di sebuah pinggiran lapangan Blok S, tepatnya di depan tempat hiburan malam bernama Oru. Di tempat inilah Tukul sering nongkrong menghabiskan waktu malamnya bersama teman-temannya. Di warung itu pula Tukul sering ngutang untuk makan. Memang waktu itu kehidupan Tukul sedang susah banget. Banyak orang yang merendahkan dan juga tidak sedikit yang mencomoohnya. Banyak juga orang yang enggan ketemu Tukul sebab mereka takut akan dihutangi olehnya.
Perasaan sedih lainnya pernah juga dialaminya. Tahun. 1994, di saat banyak pelawak muncul dari Radio SK, Tukul pun ingin mendapat peruntungan yang sama dengan memulai karir di Radio SK. Namun, niatnya ternyata terbentur persyaratan harus punya ijazah minimal D3 (diploma tiga). Tukul juga ditolak melawak di Radio Sk dengan alasan materi lawakannya dianggap bergaya tradisional, berbeda dengan gaya lawakan Radio SK. Dan Tukul pun harus rela menelan kekecewaan kembali.
Masa-masa sedih juga pernah dialaminya. Sampai beberapa waktu saat hendak menikah, Tukul kebingungan tak mampu menggelar pesta hajat. Dengan terpaksa ia menggadaikan motor, tentu sesuai persetujuan gadis pujaan hatinya ini.
Setahun setelah Tukul menikah, penghasilan Tukul tak juga membaik. Kehidupan Tukul tetap sukses. Pernah karena tidak mendapat penghasilan, Tukul terpaksa menjual barang berharga, termasuk cincing kawin. Perasaan Tukul sebenarnya sangat terpukul, tetapi ia bersyukur dapat menghadapinya dengan realistis.
Pernah suatu kali ia benar-benar merasa sedih. Di saat istrinya sedang hamil dan waktu itu menjelang Lebaran. Tukul sangat terpukul karena mendapat surat tertulis dari manajemen Srimulat yang ditandatangani Kadir. Surat itu memberikan kabar bahwa Tukul diberhentikan sebagai bintang tamu dalam grup Srimulat. Tanpa disadarinya, badan Tukul sempat gemetaran menerima kabar ini.
Di saat menjadi model video klip Joshua, Tukul sebenarnya mulai banyak dikenal. Namun, perekonomian keluarga Tukul ternyata belum banyak berubah. Saat itu Tukul mendapat bayaran Rp.150.000,00. Jangan dianggap menjadi model video klip bersama anak kecil itu mudah. Ternyata susah banget. Apalagi Joshua bila melihat Tukul sering nangis karena ketakutan. Belum lagi kesulitan lain, Tukul mesti jongkok-jongkok untuk menyesuaikan diri dengan postur Joshua yang memang masih kecil.
Awal dikenal Tukul Menjadi Model Video Klip Joshua 'Diobok-obok'
Tukul kini boleh jadi telah menjadi semacam ikon atau simbol orang desa yang mampu ‘menaklukkan’ kota. Pengakuannya sebagai orang kelahiran desa, dengan tingkah laku ! yang kampungan, slapstik, seakan menjadi simbolisasi kesuksesan yang benar-benar dimulai dari bawah. Maka, tak heran, ia dianggap mampu menjadi representasi kebanyakan orang yang ingin sukses. Inilah yang membuat banyak orang mau antri untuk datang ke acaranya, selain tentu untuk menikmati banyolan-banyolannya.
Namun, mendapat kelimpahan rejeki demikian banyak, Tukul tak melupakan asalnya. Karena itu, demi membantu rekan-rekan sesama pelawak yang belum sukses, ia membelikan beberapa motor untuk dijadikan sarana ojek bagi rekannya. Selain itu, ia menyediakan satu rumah khusus untuk dijadikan tumpangan rekannya selama di Jakarta. Rumah yang dinamai Posko Ojo Lali itu juga dijadikan ajang tukar pikiran dan meramu ide kreatif lawakan. Selain itu, saat ini ia juga ingin merealisasikan sebuah program acara untuk mengakomodasi teman-teman pelawak yang belum berhasil. “Banyak pelawak yang potensial, namun belum terangkat. Saya yang sedang di puncak ingin mereka juga bisa berhasil,” harap Tukul.
Perjuangan Tukul dari nol adalah sebuah gambaran ketekunan dan keuletan yang perlu kita contoh. Keyakinannya yang kuat untuk menjadi pelawak terkenal, ditambah kemauannya belajar banyak hal, telah menjadikannya sebagai ikon orang desa yang bisa menaklukkan kota. Perhatiannya kepada sesama rekan pelawak yang belum sukses juga patut diteladani.
Dengan begitu, apapun bentuk kesuksesan yang kita raih, bisa lebih bermakna bagi sesama.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar